Jumat, 03 September 2010

Gedung baru DPR terus ditentang

JAKARTA - Penolakan pembangunan gedung baru DPR makin menguat. Fraksi Gerindra dan Hanura menyebutkan kalau yang dibutuhkan sekarang ini adalah menata ulang gedung yang ada, bukannya membangun gedung baru. Kalaupun ada kekurangan, maka itu bisa ditambah baik luas maupun bangunannya. "Kalau berpikir jernih sesuai kebutuhan anggota dewan sesuai fungsi dan kinerjanya, sesungguhnya yang dibutuhkan adalah menata ulang gedung yang ada. Tidak harus membangun gedung baru tersendiri dengan anggaran Rp 1,6 triliun itu. Anggaran ini terlalu mahal. Sedang kalau hanya menambah kekurangannya, maka dibutuhkan anggaran sekitar Rp 500 miliar lebih," kata Sekretaris Fraksi Gerindra, Edy Prabowo dalam Dialektika "Gedung Baru untuk Siapa" di gedung DPR, Jumat.



Diakui, DPR memang butuh tenaga ahli dari satu orang menjadi 5 orang dan 1 asisten pribadi. Sehingga 560 anggota DPR sekarang akan memiliki 3.360 orang staf ahli dan aissten.

Dengan demikian sebanyak 3.920 orang di luar karyawan DPR dan cleaning service ada di satu gedung. "Jadi, kekurangan ruangan perlu menata ualang dan menambah kekurangannya. Bukan membangun gedung baru yang mewah," tandas Edi Prabowo.

Hal senada diungkapkan Sekretaris Fraksi Hanura, Syarifudin Suding. Menurutnya, gedung yang ada masih layak. Sehingga pembangunan itu kalau dipaksakan biayanya terlalu mahal di tengah rakyat susah dan sulit dengan naiknya harga-harga sembako dan tariff dasar listrik sekarang ini.

Transparan
Karena itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengawasi proses pembangunan gedung baru itu agar transparan. "Ada yang datang ke Hanura untuk menerima pembangunan gedung itu. Tapi, saya nyatakan terlalu berat, maka Hanura menolak," kata Suding.

Sementara Ketua Fraksi PKS, Mustafa Kamal mengusulkan agar Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR tidak berhungan dengan teknis pembangunan dan anggaran gedung, yang seharusnya menjadi wewenang sekjend DPR RI.

Faktanya produk-produk BURT sering dibantah oleh pimpinan DPR maupun pimpinan fraksinya, padahal anggotanya ada di BURT. Misalnya kasus rumah aspirasi, mesin cuci, laptop, LCD ruangan DPR yang sifatnya sepele. "Pimpinan DPR pun kerjanya mengkritik BURT. Untuk itu sebaiknya pembangunan gedung itu diserahkan ke sekjend DPR secara professional, "tututr Mustafa Kamal.

Sementara itu anggota BURT Arwani menilai jika gedung baru itu merupakan kebutuhan untuk memperkuat institusi DPR dan proses demokrasi. Lalu gedung DPR baru seperti apa yang diperlukan, tentu yang mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. ary-yan

0 komentar:

Posting Komentar